Kenangan Tak Terlupakan Bersamanya
Waktu dulu ia seperti malaikat kecil yang nakal tapi menggemaskan, dia selalu mengikutiku, bermain, dan bercanda bersamaku. Setiap Joy mengeluh karena penyakitnya yang ia derita sejak kecil. Aku selalu memeluknya dan mengatakan padanya agar sedikit bersabar, karena aku dan ibu akan mengusahakan untuk bisa menyembuhkan penyakitnya. Namun, itu hanya tinggal harapan saja, Karena setelah dia berumur 16 tahun dia sudah dipanggil oleh Tuhan Sang Maha Pencipta. Begitu menyakitkan, terasa hidup ini sudah tak berarti lagi. Peyesalan selalu datang, kenapa waktu dia masih hidup kami belum bisa membahagiakannya, dan menjadi keluarga yang terbaik baginya.
Dia selalu memendam perasaan kangennya kepada bapaknya yang tega meninggalkannya, ibu dan aku demi wanita lain. Sungguh sedih setelah mengetahui itu, Tapi aku selalu menghiburnya, meskipun bapak sudah tidak tinggal bersama kami lagi, tapi aku yakin bapak akan selalu sayang kepada kita.
Ketika ku mendongakkan kapalaku memandang langit sambil berpikir, dan mendung perlahan – lahan menghilang. Aku berdiri dengan diam di tempat yang waktu itu pernah diduduki Joy, kemudian terbayanglah suara Joy yang merdu ketika dia menyanyikan sebuah lagu, rambutnya yang basah oleh air, matanya yang sipit, dan bulu matanya yang tebal. Hidung Joy mancung, dan bibirnya yang kecil membuatnya terlihat manis.
Apakah Joy berubah? Tubuhnya yang lebih tinggi dariku , sekarang apakah lebih tinggi lagi????
Joy, adikku, Joy…
Aku dan Joy adalah kakak beradik yang mempunyai hubungan yang sangat akrab dan mampu membuat ibu kami merasa bangga. Kami tak seperti keluarga lain yang selalu bertengkar dan saling iri, dan kami tak mungkin saling melukai. Bagaimana mungkin aku membiarkan Joy bersedih? Setiap hari aku bertekad untuk menjaga Joy, tak akan membiarkan adikku yang manis dan berhati mulia itu bersedih.
“Fanny, ini adalah adikmu, Joy. Manis kan?” Aku mendengar orang tuaku berkata begitu saat melewati sebuah ruang bayi yang berkaca dan melihat seorang bayi yang lucu. Sejak saat itulah aku setiap saat selalu memikirkan Joy. Bagaimana mungkin tidak memikirkan Joy. Waktu itu aku tak pernah menyangka , bila aku sudah tak bisa melihat senyum Joy dan tidak dapat mendengar suaranya lagi.
Akan tetapi takdir sudah ditentukan demikian. Aku tak dapat melihat Joy lagi. Tapi aku masih bisa mengingat kenanganku bersama Joy. Meskipun hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun bergantu tahun, aku tetap tak dapat menghapus kenangan akan Joy.
***
Untuk selamanya Joy tak akan melupakan Laut Je’t Aime ini. Ketika di Singapura, tempat yang dirindukannya adalah Laut je’t Aime. Dulu ini adalah tempat Joy menumpahkan air mata dan tempat mengucapkan perpisahan. Joy mengatakan, bila ada kehidupan yang akan datang maka ia ingin berubah menjadi laut.
Pada saat itu Joy, berkata begini kepadaku, “Kak, bila ada kehidupan yang akan datang, kamu ingin menjadi apa???”
Aku menjawab, “Jika aku, aku ingin berubah menjadi laut. Namun, aku tidak mau menjadi laut di tempat lain, ingin menjadi laut Je’t Aime ini saja….”
“Laut?”
“Ng, Laut! Asalkan melihat laut, hatiku berubah menjadi tenang , dan alasanku sebernanya ingin berubah menjadi laut adalah……….”
Aku berhenti berkata, menatap Joy.
“Laut bukankah selalu ada di sini ? Tidak akan berubah menjadi padang pasir dipagi hari, juga tidak akan tidak menyisakan setetes air lalu pergi menghilang. Jika benar ada kehidupan yang akan datang, aku berharap dapat sama seperti laut ini, senantiasa di tempat yang sama, tidak ingin berpisah dengan siapapun. …”
“Kak jika ingin bertemu denganku, datang saja ke tepi laut yang berwarna erak ini. Pada saat kamu datang, aku akan ada. Kita akan dapat saling bertemu….”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar